A Second in The Bus


A second in t bus when I felt in love with you. After years, you’re still the only one I call my angel.

Di Dalam Bis Malam

Catatan 16 Januari 2009

Seperti biasanya, ku putuskan untuk pulang ke kotaku dengan bis malam. Kepalaku mendadak pusing, entah karena banyaknya hal yang menjejali pikiranku atau karena tonjokan nikotin yang ku isap sebelum berangkat tadi.

Masih bisa ku ingat, kursi yang kududuki berada di deretan paling depan sebelah kiri dari Pak Supir. Sengaja ku ambil posisi di dekat jendela agar bisa membunuh bosan selama perjalanan dengan menikmati panorama. Berselang tak begitu lama, seorang perempuan muda, cantik, duduk di sampingku. Seperti aku pernah mengenalnya tapi aku tak berhasil mengingat dimana. Ia asyik berbenah dengan lamunannya sendiri. Syukurlah, karena dengan begitu ia tak berniat mengobrol; hal terakhir yang akan ku lakukan bila sedang berkendara.

Keresahan telah sedari tadi seperti biasa mengambil alih fungsi kepalaku. Keresahan tentang dia yang hadir menghiasi hariku di beberapa bulan terakhir. Dia yang kutahu sedang mempersiapkan keberangkatannya untuk penelitian menuju Lapas Nusa kambangan malam ini. Sengaja ku tak disana menemani keberangkatannya. Alasannya sederhana saja ; kekasihnya akan ada disana. Kendati ku sayang dia dengan sepenuh jiwaku. Kendati ku merasa begitu nyaman bersamanya. Tapi tak kan lagi ku biarkan hatiku tergores luka. Lebih baik ku memilih pergi daripada melihatnya bersama kekasihnya mengumbar kecup dan peluk mesra.

Perjalanan menuju kotaku senja ini seolah membuka sebentuk gerbang baru yang harus ku masuki. Yang mungkin di dalamnya terdapat sejumput jawaban atas inginku akan hidup, tentang dia. Untuk sesaat, siluetnya tergambar dalam himpitan awan di langit.

Menemukan Artimu

Jika jawaban hidup
Tersimpan pada arakan awan
Maka akan ku pinta menepi disini
Membagikan kisah sejati
Yang ada di utara sana

Seketika mimpi – mimpi bertaut
Pulang dari pengembaraannya
Mungkin waktu tidak akan sama lagi
Karena kita, sendiri – sendiri
Akan merengkuhnya dalam nyata

Andai cinta kembali
Memercik hati yang lugu
Mungkinkah ia embun yang ku tunggu
Terlihat mesra di awal hari
Hingga sejuknya tersimpan
Di rongga hati dan derap langkah
Menghantarku kelak
Menemukan artimu


Begitu asyiknya dengan pikiranku sendiri, hingga tidak ku perhatikan keadaan sekeliling. Perempuan di sampingku telah terlelap tidur, aku tetap tak berhasil mengingat dimana kami pernah berkenalan. Lelah juga mendera tubuhku tapi tak cukup hebat untuk memaksaku tidur saat ini.

Malam telah sempurna melunturi langit, panorama jadi tak begitu indah. Ku putuskan mendengarkan radio melalui handphone. Sempat ku dengar beberapa lagu terlantun dan suara berisik dari penyiarnya sebelum akhirnya ku terlelap. Belum terlalu lama, kondektur membangunkanku sembari menangih ongkos. Damn. Ku rutuk kondektur itu yang tak membiarkanku merebahkan letih walau sekejap.

Semakin lama, semakin bis ini disesaki banyak penumpang. Semakin tak bisa ku memejamkan mata. Hanya kosong yang kembali ku rasa. Dia kan pergi melakoni tugasnya dan melewatkan satu malam istimewa dalam hidupku ; malam pergantian umurku. Ya, tepat tengah malam nanti umurku akan bertambah dan semoga dia masih mengingatnya. Aku tak ingin alarm handphonenya mati sehingga dia terlena dalam lelap atau perjalanannya tidak menyenangkan sehingga dia kehabisan energi untuk sekedar mengirim sms ucapan happy birthday. Tidak lagi ku tahu apa yang bisa terjadi lebih menyakitkan selain dari itu.

Ada sepintas urat kenangan yang ku tangkap di temaramnya hari ini. Ku ingat tiga malam lalu disaat aku, dia dan beberapa teman menghabiskan waktu makan malam di tempat favorit kami. Sebenarnya acara malam itu ber- tittle pembubaran panitia kegiatan dimana dia terlibat penuh di dalamnya, sementara aku hanya bagian dari tim pengarah yang sebetulnya memang tidak perlu ada. Tapi aku tetap keukeuh ingin terlibat dalam mempersiapkan kegiatan itu karena ingin selalu berada di dekat dia ; satu – satunya alasan yang bagiku masuk akal. Kami habiskan setiap detiknya dengan bercerita dan tertawa, terlupa akan kegiatan yang hampir menguras seluruh energi kami. Hingga malam semakin larut, ku tahu waktuku bersamanya tidak lagi tersisa banyak. Karena setelah itu, mungkin tidak ada lagi alasan bagiku untuk berlama – lama bedekatan dengannya. Tidak ada lagi cerita tentang kami yang berakrobat dengan waktu mempersiapkan seluruh kebutuhan kegiatan. Tidak ada lagi tubuh lunglai yang membutuhkan pundakku untuk melepas lelah. Tidak akan ada lagi tawa kami yang sebegitu lepas seperti malam itu. Mendadak aku ingin menangis.

Aku sadar tak bisa memaksakan kehendak hati ini terhadapnya tapi bagiku rasa ini layak diberi kesempatan. Entah apa yang akan terjadi esok dan seterusnya tapi aku tahu apa yang akan ku minta pada prosesi make a wish di pergantian umurku tepat tengah malam nanti. Biarlah ku simpan dalam inti hati. Saat ini, ku ingin segera tiba di rumah dan meniup bara di atas lilin merah.

Masih tertunda dan belum semua ku katakan
Biar ku tunggu sampai kau kembali lagi disini
Harus kau dengar semuanya harus kau dengarkan
Isi hatiku, tentang hatiku
Yang belum ku sampaikan
(Ipang – Sekali lagi)

Daisy.